#1 Letter of Sorrow

sorrow

Hi Ruth.

Ini merupakan waktu yang lama untuk mengakui sebuah penyesalan.

Oh, nampaknya suratku ini terlalu singkat untuk mengatakan inti dari segalanya. Apa kabarmu? Ku harap kau senantiasa berbahagia disana. Maaf karena secara tiba-tiba kau harus membaca bacaan ini, yang mungkin saja akan sedikit mengganggu moodmu. Namun, aku ingin sekali mengatakannya, dan rasanya ruang di dada ini tak lagi bisa menampung segala sesak yang ada. Segala pertimbangan yang ku pikirkan, ku putuskan untuk menulisnya untukmu.

Ruth, pernahkah sesekali ketika kau membuka matamu di pagi hari, kau menuju jendela dan melihat apakah ada surat kecil ucapan selamat pagi?

Karena disini setiap aku membuka mata rasanya tangan ini masih ingin menuliskanknya… Merindu untuk menuliskannya.

Ruth, pernahkah sesekali ketika kau mengoleskan selai di rotimu kau mengingatnya, bahwa ada seseorang yang memanggangkan roti itu untukmu.

Karena disini aku masih mengingat roti hanya dengan mentega sebagai selainya, kesukaanmu.

Ruth, aku tak ingin terlalu membuka lembaran yang mungkin telah kau lalukan. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku bukan seseorang yang pandai bersyukur… Karena jauh di dalam lubuk hatiku, ku katakan…

“Andai aku dapat mengulang waktu…”

Ruth, aku sepenuhnya memahami apa yang kau rasakan kini. Pasti kau terbebas dan lepas tanpa merasakan perasaan ini. Pasti kau akan berkata, “Aku telah melakukanknya dulu, aku telah melakukan segalanya dan sepenuhnya.”

Oh Ruth, aku benar-benar tak pandai merangkai kata, namun memang segala yang sepenuhnya telah kau lakukan itu… Membuatku semakin menyesali apa yang telah ku berikan atas segala yang kau usahakan dulu.

Ruth, aku berharap di dunia ini tiada sesuatu yang bernamakan penyesalan. Aku ingin sekali tetap tegar tanpamu seperti saat aku mengacuhkanmu dulu.

Ruth, apakah kau bahagia bersamanya?

Tahukah kau ketika aku mendengar berita itu, ku rasakan kehilangan yang tak biasa ku rasakan? Bertahun aku tegar tanpamu, tetapi ketika aku mendengar berita iti… Aku merasa begitu lemah dan menginginkan uluran tanganmu. Saat itu, aku begitu angkuh untuk mengakuinya.

Ruth, maafkan aku yang tak pernah sanggup mengucapkan selamat untukmu dan dia yang beruntung mendapatkanmu. Maafkan aku pula, kiranya aku menjadi duri yang tersimpan. Aku hanya ingin mengatakan,

Penyesalan adalah hal yang menyakitkan Ruth… Rasa cintaku padamu adalah wujud syukur atas dirimu yang tak merasakan apa yang aku rasakan kini. Ku harap kau bahagia bersamanya.

 

Peter.