Ketika semuanya harus berakhir…
Adalah sebuah potongan lirik lagu yang begitu sering menemaniku akhir-akhir ini, yah… semenjak banyak kehilangan yang terjadi.
Aku takkan pernah menjadi yang sempurna, seperti yang kau pinta… aku takkan bisa meski telah ku coba…
Penggalan lirik yang lain kembali mengisi ruang kepala ini. Yah, tetapi kita memang takkan bodoh menuntut pasangan kita untuk sempurna, bukan? Tetapi, kadang kita menginginkan dia menjadi apa yang kita mau. Hal ini, sangat berbeda dengan menuntuk kesempurnaan. Bagaimanapun jadinya, setiap orang memiliki keinginan tentang ekspektasi orang yang ia inginkan untuk menghabiskan hidupnya. Bukan perihal tidak menerima apa adanya, tetapi adalah tentang seberapa luas kita mampu membuka hati dan membuka tangan untuk menerima kebaikan-kebaikan yang memungkinkan untuk membaikkan diri kita sendiri. Bukan hanya diam menjadi pecundang dan mengkambinghitamkan kata ‘sempurna’ hanya karena diri dan hati kita yang begitu sempit tak ingin mengakui kekurangan diri dan berusaha menambal kebocoran itu sekuat tenaga.
Cinta, kita memiliki perspektif sendiri untuknya. Cinta, kita memiliki pandangan sendiri untuk menilainya. Tetapi cinta, tak pernah berhenti bersyukur akan segala anugerahnya. Cintamu, haruslah bisa menasbihkan dirimu untuk menjadi lebih baik. Jika cintamu menggelisahkan kehidupanmu, atau membuat menangis karena sakit, maka itu bukan cinta. Itu adalah kekecewaan atas nafsu yang kau liarkan dan membuat kekecewaan menjadi dewa dalam kehidupanmu sendiri.
Aku begitu bersyukur, Tuhan memberikan mata yang tak semua orang memiliki mata yang aku miliki. Ketika aku mampu menembus logika menjadi hal yang sulit diterima nalar, ketika aku mampu menembus masa lalu dan serpihan masa mendatang. Terima kasih Tuhan, Kau menciptakan aku dengan segala pandangan mata perspektif yang serba mendalam. Terima kasih Tuhan, untuk mata yang selalu menginginkan untuk menengok kebahagiaan lain dari segala air mata yang diteteskan. Terimakasih Tuhan, untuk mata yang tak pernah lupa pada air mata ketika ia tertarik menyempit karena segelempah tawa…
Tak ada sebuah awalan yang tidak berpasangan dengan sebuah akhiran, seperti halnya tak ada kalimat yang akan berhenti tanpa sebuah titik. Akulah titik itu, akulah yang harus menemukan titik akhir pemikiranku. Pengakhiran, aku begitu membenci pengakhiran. Tetapi ? siapa sangka aku mencintai sebuah awalan yang membahagiakan. Begitu kerasnya, hingga aku harus mulai belajar untuk berlapang dada pada pasangan sang awalan. Sang akhiran.
Beberapa dari mereka yang ku cintai… selalu memberikan akhiran yang membuatku terus berfikir untuk memaknai kehidupanku disini. Cinta memang aneh, dan karena keanehannyalah terkadang orang berbondong memburunya, atau malah lari terbirit-birit darinya. Kau yang mana ? apa kau sedang mengejar cinta ? atau malah kau sedang lari darinya ? cinta itu begitu spesial. Jika kehidupan berkata hanya ada 2 pilihan. Maka cinta memiliki 3 pilihan, pilihan pertama… menjadi yang mengejar cinta karena ia yang ingin dikejar berlari. Kedua… menjadi yang berlari… karena dikejar cinta yang tidak diinginkan. Lalu yang ketiga, keduanya sama-sama berlari mengejar dan bertemu atau keduanya sama-sama berlari dan menemukan kebahagiaan baru. Kau yang mana ? ingat, selagi 3 hal yang terjadi itu adalah cinta, kau takkan merasakan kepedihan dan keperihan, sekalipun kau tau hatimu berdarah dan berceceran. Tapi, bukankah cinta dengan ajaibnya akan membuatmu tersenyum ? cinta selalu memiliki jalan untuk kesuciannya menjemput sebuah keikhlasan.
Ketika ia meninggalkanku selama-lamanya dan pergi ke surga. Aku mengerti bahwa setidaknya aku mampu mencintai seseorang dengan baik.. ketika seseorang meninggalkanku karena perbedaan, mengacuhkan dan menyangsikan ketulusan yang ku berikan, aku hanya harus meyakinkan diriku sendiri, memang ketulusan itu benda tak kasat mata, ketika orang tak mampu melihatnya, itu hal yang wajar, tetapi orang yang mampu merasakannya… hatinya luar biasa bekerja.
Just be Jenius…
Ya, menjadi cerdas adalah pangkal dari kehidupan yang lebih baik kata orang. Sekalipun, sumbatan luka yang aku harapkan, sekalipun pundak yang ku harapkan, ternyata hanya sebuah harapan, aku takkan bekubang bodoh dalam kesedihan karena hal tersebut. Aku bukanlah wanita bodoh dan tak beruntung yang akan menghabiskan hidupku untuk kecewa dan menyimpan lara… aku akan selalu mencari jalan untukku berbahagia. Bahkan ketika keinginanku untuk bersamamu, ternyata tak menjadi keinginanmu. Aku akan bahagia… terimakasih telah menjadi inspirasiku. Terimakasih telah memacuku untuk melayakkan diri. Terimakasih karenamu aku mengejar studiku hanya untukmu. Kau tak harus tau dan mengerti tentang hal ini. Karena akupun juga tak mengerti semuanya tentang orang lain yang mungkin mencintaiku namun aku tidak mencintainya.
Penantian tak selalu menjemput sebuah kebahagiaan. Sekalipun demikian, aku tak pernah merasa rugi telah mencintai seperti ini… bagiku, cinta itu membaikkan, dan cinta tak tetaplah suci. Kitalah yang sering menodainya dan mengatasnamakannya…
Lalu bagaimana dengan cinta kalian ?
Jika saat ini kalian sudah bersama dengan seseorang yang kalian cintai, jagalah ia dari kebosanan dan ketidaksetiaan yang sering menjadi uji. Jika saat ini kalian sedang bersedih karena kalian belum bersamanya… tak apa, hal tertinggi di dunia ini sejatinya adalah kesederhanaan bukan? Maka cintailah ia dengan cara sesederhana mungkin. Berpaling bukan karena kita tidak mencintainya lagi, tatapi apa enaknya terus ditatap dan diawasi dengan hal yang tak kita inginkan? Jadi? Berpalinglah karena cinta yang suci tak pernah memaksakan sebuah kebersamaan, biarkan ia berbahagia… dan teruslah berjalan, ingatlah bagaimana ketulusan yang akan membuahkan kedamaian dalam air mata yang menetes. Sekalipun kekecewaan yang menyelubungi rasa, tetapi cinta tak pernah kehilangan kekuatannya untuk memahami arti dan siapa ia. Tentang kesuciannya.